Kisah Buah Dari Dendam Dan Maaf (Episode Pembuka)
Kereta api terus memelesat. Aku menempelkan wajah ke kaca jendela gerbong, menonton pemandangan luar dari dalam gerbong. Di luar sedang hujan gerimis. Awan hujan tidak sampai menyembunyikan bola matahari.
Kursi penumpang tempat aku duduk bersampingan dengan jendela gerbong. Di sisi bagian kanan jika menghadap ke depan. Di sebelahku, seorang lelaki berumur empat puluh tahun sudah tertidur. Suara berisik tidak mengganggu tidurnya sedikitpun. Lelaki ini sepertinya tidak sempat bersiap sebelum melakukan perjalanan jauh. Wajahnya kusam, tampak lelah. Bajunya kusut oleh debu
Kereta telah meninggalkan peron lima jam yang lalu. Perlu tiga jam lagi untuk tiba di kota tujuanku. Matahari sudah berada di ufuk barat. Aku memilih untuk tidak tidur. Bukan karena merasa dengkuran lelaki di sebelahku mengganggu. Tapi karena aku berfirasat buruk sejak awal memasuki kereta ini.
Setengah jam, gedung-gedung dan bangunan perkotaan yang tadinya mendominasi pemandangan luar, kini telah digantikan oleh pohon-pohon. Rata-rata tinggi pepohonan itu kira-kira sepuluh meter. Sesekali terlihat pemukiman penduduk di antara pohon-pohon. Sekarang jalur kereta berada di distrik kebun karet. Perlu kira-kira lima belas menit lagi untuk tiba di peron kota selanjutnya.
Cuaca di tempat ini cerah. Hujan gerimis telah tertinggal di belakang. Saat sedang asyik memperhatikan rumah panggung di antara pemukiman, tiba-tiba gerbong kereta tersentak keras. Kepalaku dengan wajah yang masih tertempel di kaca jendela terhempas ke depan. Segera aku tahan tubuhku agar tidak tersungkur. Lelaki di sebelahku juga terhempas ke depan. Dia tersadar dari tidurnya.
Kecepatan kereta mendadak berkurang. Tak sampai sepuluh detik, pintu gerbong bagian depan terbuka. Empat orang dengan masker hitam masuk ke gerbong ini. Sebelumnya mungkin mereka telah menyamar sebagai penumpang dari gerbong depan. Senapan mesin yang dibawa setiap orang dari mereka ditodongkan ke kepala-kepala penumpang, Mereka juga mengenakan sarung tangan hitam.
Apa yang orang-orang bersenjata itu inginkan? Bagaimana mungkin ada senjata api apalagi model senapan mesin dapat masuk ke dalam kereta? Dimana petugas keamanan? Kepalaku dipenuhi pertanyaan.
Orang bersenapan paling depan berbicara lantang dengan bahasa setempat. Ada bekas luka di dahi kanannya. Luka sayatan diagonal. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan.
Para penumpang terlihat panik. Mungkin ini pertama kali mereka berhadapan langsung dengan senjata api. Wajah-wajah mereka tegang, termasuk lelaki di sebelahku.
Aku mendekatkan kepalaku ke lelaki di sebelahku. Berbisik, "Dia bilang apa, pak?"
Lelaki di sebelahku menatapku sebentar. Wajah tegangnya tidak dapat disembunyikan. Mungkin dia baru menyadari aku bukan penduduk daerah ini. "Katanya jangan banyak bergerak, apalagi melawan. Senapan itu tidak main-main" Dia balas berbisik.
Aku mengangguk kecil. Orang-orang bersenapan bisa melepaskan tembakan kapan saja.
Orang bersenapan dengan luka sayatan di dahi kembali berbicara. Tapi kali ini suaranya pelan. Kepalanya tidak menoleh sedikitpun. Matanya mengawasi gerak-gerik para penumpang. Sepertinya dia adalah pemimpin rombongan dan dia sedang menginstruksikan rekannya.
Beberapa saat setelah ucapan pemimpin rombongan tersebut selesai, orang bersenapan di belakangnya menyahut singkat.
Pemimpin rombongan bersenapan bersama satu orang rekannya berjalan cepat menuju gerbong selanjutnya, meninggalkan dua orang sisanya di gerbong ini.
Setelah keduanya tak terlihat lagi di gerbong ini, salah seorang dari dua yang tersisa menurunkan senapannya. Dia mengambil sesuatu dari sakunya. Sebuah foto. Aku mengerti sekarang, mereka sedang mencari seseorang.
Orang bersenapan yang memegang foto mulai mencocokkan wajah yang ada di foto kepada penumpang satu per satu mulai dari kursi penumpang paling depan.
Satu orang bersenapan yang tersisa berpatroli. Mencong senapannya masih terarah ke kepala-kepala penumpang, siap memuntahkan peluru. Sekali seseorang bergerak mencurigakan, dia langsung menodongkan senapannya.
Di tengah proses pemeriksaan, tiba-tiba orang bersenapan yang sedang patroli melepas tembakan ke sebuah kaca jendela. Para penumpang, termasuk aku refleks menundukkan badan dalam posisi dukuk sambil menutup telinga. Sebagian penumpang lain berteriak histeris. Serpihan kaca yang pecah jatuh berhamburan, sebagian menghujani penumpang yang duduk di sampingnya. Letak jendela yang pecah itu berada di sisi kiri. Aku dan lelaki di sebelahku berada di sisi bagian kanan kereta.
Orang bersenapan yang patroli sekaligus yang menembak kaca jendela tadi membentak. Dia mendekati kursi penumpang yang dihujani serpihan kaca tadi.
Penumpang itu berdiri perlahan. Mengangkat kedua tangannya. Ada ponsel pintar berwarna biru kehitam-hitaman di tangan kanannya. Kepalanya tertunduk. Sebagian penumpang mengangkat sedikit tubuh mereka untuk dapat melihat orang yang dibentak. Sebagian lain masih takut dengan situasi, atau mungkin malah trauma berat.
Orang bersenapan itu merampas ponsel pintar dari tangan penumpang. Lengang sejenak, ponsel itu diperiksa. Rekannya yang sedang mencocokkan wajah penumpang tadi mendekati rekannya, ikut memeriksa ponsel.
Aku belum sempat menduga. Pemilik ponsel yang terlihat berdiri tertunduk dan membiarkan ponselnya dirampas, merebut senapan seseorang yang sedang memeriksanya.
Orang yang senapannya direbut berseru. Ponsel yang sedang diperiksanya dijatuhkan begitu saja. Dia mempertahankan senapannya. Moncong senapan itu terarah ke jendela sebelah jendela yang telah pecah.
Sebelum senapan kembali memecahkan kaca, rekannya yang memeriksa penumpang tadi melubangi dadanya dengan peluru. Orang yang senapannya direbut tadi mengumpat, memukulkan stok senapan ke kepala pemilik ponsel itu. Mengerikan melihatnya.
Tapi, semua belum berakhir. Ketika dua orang bersenapan itu masih sibuk mengurusi pemilik ponsel dan memaki-maki, terdengar suara tembakan. Tidak berderet seperti senapan mesin. Suara tembakan itu tunggal dan keras. Tembakan pistol.
Aku sempat mengintip ke tempat dua orang bersenapan itu. Si penembak pemilik ponsel jatuh terkapar. Kepalanya berlubang.
Suara tembakan kedua meyusul. Sisanya ikut jatuh terkapar, juga dengan lubang dikepala. Itu pasti tembakan seorang penembak jitu sekaligus orang yang mereka cari. Entah bagaimana orang-orang ini bisa membawa senjata api masuk ke dalam kereta.